mandiri dalam pengharapan

Rabu, 27 Oktober 2010

Kejahatan dalam berpasangan

“Kejahatan” dalam Keberpasangan Dalam tradisi filsafat, dikenal apa yang disebut sebagai ‘dilema kejahatan’. Dari mana asal kejahatan? Apakah hubungan Tuhan dengan kejahatan? Apa dialektikanya terhadap kebaikan? Mari kita simak bersama. DALAM tradisi agama-agama semitik, terutama Kristen dan Yahudi, Tuhan dicirikan memiliki tiga sifat paling fundamental, yakni Maha Kuasa (Omni Potent), Maha Tahu (Omni Scient), dan Maha Kasih (Omni Benevolent). Beberapa orang menambahkan bahwa Tuhan itu juga Maha Hadir (Omni Present), ada dimana saja. Mengenai Omni Present, sebenarnya masih sangat diperselisihkan. Ketika sejumlah teolog memahami bahwa Tuhan ada di semua tempat dan di setiap waktu atau imanen dalam ciptaannya, yang lain menganggap Tuhan ada entah bagaimanapun juga di luar makhluk-Nya atau transenden. Tuhan Maha Kuasa, artinya bisa melakukan segalanya. Jika Ia ingin menghacurkan segalanya dalam sekejap atau menciptakan yang tak berhingga dari yang tidak ada, maka tidak ada kesulitan apapun bagiNya. Tetapi bisakah Tuhan menciptakan pintu yang terbuka sekaligus tertutup, atau sebuah lingkaran yang sekaligus bujur sangkar? Bisakah Tuhan membuat 1+1=37? Ini kelihatan absurd dan banyak kaum teolog yang tidak suka menerima bahwa Tuhan tidak bisa menciptakan hal ini yang secara logika tidak mungkin, karena itu akan membatasi kekuasaanNya. Tuhan juga Maha Tahu, artinya tidak seorang pun atau sesuatu pun yang bisa bersembunyi dari Tuhan, karena Ia bisa melihat dan mengetahui segalanya, termasuk pikiran yang paling mendalam sekalipun. Beberapa orang khawatir akan kenyataan kemahatahuan ini, karena tampaknya menghadirkan masalah bagi kehendak bebas manusia. Misalnya jika Tuhan tahu bahwa saya kira-kira memilih kopi daripada teh, apakah berarti pilihan saya tidak sungguh-sungguh bebas, karena telah ditakdirkan begitu adanya di luar pengawasan saya. Kekhawatiran ini hanyalah kesalahpahaman. Fakta bahwa Tuhan mengetahui apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi kemudian tidak harus bermakna bahwa masa depan telah ditentukan. Kenyataan bahwa Ia bisa melihat masa depan tidak berarti bahwa masa depan itu bukanlah hasil pilihan bebas kita. Tuhan mengetahui apa yang akan dilakukan dengan bebas tanpa maksud mencurigai kebebasan tersebut. Tuhan juga lazim diterima sebagai Maha Kasih. Dalam kalimat pujian yang sangat terkenal “Tuhan adalah cinta”, yang berarti tidak ada batas bagi kasihNya. Tuhan tidak akan mengizinkan siapapun menderita, karena itu di luar cinta. Satu masalah yang jauh lebih serius mengenai konsep ini membuat keprihatinan banyak orang dalam hal mengapa ada kejahatan dan penderitaan di dunia. Ini biasa disebut sebagai masalah kejahatan. Masalah kejahatan dibagi menjadi dua tipe. Ada kejahatan moral, yakni hal-hal jahat yang merupakan tindakan manusia, seperti penyiksaan, kekejaman, penindasan, dan sebagainya. Ada juga yang disebut kejahatan alamiah, seperti banjir, penyakit, gempa bumi, kecelakaan, dan lain-lain. Masalah bagi konsep Tuhan tradisional adalah adanya banyak macam kejahatan. Ada begitu banyak hal yang membawa banyak orang untuk menanyakan bagaimana eksistensi penderitaan seperti itu cocok dengan eksistensi bahwa Tuhan Maha Kasih. Bahkan masalah ini bisa dinyatakan secara lebih tegas. Jika Tuhan ada, bagaimana Dia bisa menjelaskan kejahatan ini? Tampaknya ada tiga jawaban yang mungkin. Bisa jadi Dia tidak mengetahuinya, tetapi itu berarti Tuhan tidaklah Maha Tahu. Bisa jadi Dia mengetahuinya tapi tidak peduli terhadapnya, tetapi itu akan menandakan bahwa Tuhan tidaklah Maha Kasih. Bisa juga Dia tidak bisa menghentikannya, tetapi itu akan berarti Tuhan tidaklah Maha Kuasa. Sehingga keberadaan kejahatan benar-benar mengubah dengan sangat radikal pikiran kita bahwa Tuhan tidak bisa Maha Tahu, Maha Kuasa, dan Maha Kasih. Beberapa orang menegaskan bahwa cukuplah mengatakan Tuhan itu tidak ada. Namun beberapa orang menawarkan solusi bahwa Tuhan bisa tahu tentang penderitaan, peduli pada penderitaan, dan mampu melakukan sesuatu mengenai penderitaan, tetapi dengan tetap mengizinkan kejahatan berjalan terus. Solusi ini biasa disebut teodisi. Beberapa teodisi terlihat tidak masuk akal sama sekali. Misalnya, beberapa menyangkal kenyataan bahwa ada kejahatan apa saja di dunia ini. Sesuatu mungkin kelihatan buruk dari mana kita berdiri, tetapi itu karena kita tidak bisa melihat gambar secara keseluruhan. Dari tempat mana Tuhan berada, segala sesuatu kelihatan baik. Sulit melihat bagaimana siapa saja bisa menerima ini, paling tidak ketika untuk menjaga agar perikemanusiaan tetap utuh. Menyaksikan pembantaian oleh Nazi misalnya, dan kita menyatakan bahwa itu hanya kelihatan buruk karena kita tidak bisa menyaksikan gambarannya secara keseluruhan, bisa jadi menjadikan kita tidak punya perasaan sama sekali. Ada juga teodisi yang lebih dipercaya tidak menyangkal realitas kejahatan, tetapi berusaha menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kejahatan itu lebih baik ada daripada tidak ada. Seperti seorang tukang gigi yang meminta Anda untuk bertahan dengan rasa sakit karena Anda akan mengambil manfaatnya dalam jangka panjang. Jadi dalam pandangan ini Tuhan mengizinkan kita untuk menderita karena itu penting untuk jangka panjang.* Apa yang membuat mungkin semua penderitaan di dunia ini menjadi bermanfaat? Satu jawaban yang cukup memuaskan adalah adanya kehendak bebas yang berkaitan dengan berlakunya Prinsip Keberpasangan. Bahwa Tuhan menciptakan semuanya berpasang-pasangan, dan bahwa di dunia ini ada kebaikan dan tentu harus ada pula keburukan, kejahatan, penderitaan, atau apapun namanya. Makhluk cerdas seperti manusia diberikan suatu kehendak bebas dan berkesempatan untuk memilih diantara keduanya. Apabila manusia memilih jalan kebaikan, maka kebaikan pula yang akan mereka terima kelak di kemudian hari. Namun apabila mereka memilih jalan keburukan, maka keburukan pulalah yang akan diterimanya. Inilah pilihan hidup yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Sebab itu, baik kejahatan maupun kebaikan sangat diperlukan eksistensinya dalam kehidupan. Dua hal tersebut hanyalah bagian dari keteraturan alam yang didesain berdasar Prinsip Keberpasangan. Tuhan itu Maha Kasih, adanya kejahatan tentu juga menandakan kasihNya. Rasa nikmat dan kesenangan tidak akan pernah kita rasakan tanpa adanya rasa sakit dan kesengsaraan. Apabila tidak ada penderitaan di dunia ini, maka tidak akan ada pula yang namanya kebahagiaan. Kebahagiaan muncul ketika penderitaan juga muncul. Salah satu diantara mereka adalah pembanding daripada salah satu yang lain. Orang bijak sering mengatakan lauk yang terlezat adalah rasa lapar, minuman yang tersegar adalah rasa haus, istirahat yang ternikmat adalah saat lelah, dan tidur yang paling pulas adalah saat kantuk menyerang. Bagaimana mungkin kita akan menikmati lezatnya makanan kalau kita makan sepanjang hari. Bagaimana mungkin kita akan menikmati istirahat jika sepanjang hari kita tidur dan duduk-duduk. Nikmati hidup ini dengan kesulitan dan penderitaan, maka kita akan tahu apa artinya kebahagiaan. Jadi, mengatakan bahwa Tuhan tidak tahu, tidak berkuasa, dan tidak welas asih terhadap adanya kejahatan jelas sesuatu yang tidak beralasan, jika dihadapkan pada keberlakuan Prinsip Keberpasangan yang telah ditetapkan sebagai pondasi semesta. *Dikutip sepenuhnya dari: Lima Tema Utama Filsafat (Julian Baggini)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar